BPN DINILAI LEBIH BANYAK SELESAIKAN KASUS TANAH PERORANGAN
15-06-2009 /
KOMISI II
Komisi II DPR RI menilai Badan Pertanahan Nasional (BPN) lebih banyak menyelesaikan kasus-kasus tanah yang menyangkut perorangan, tapi kasus-kasus yang menyangkut kepentingan rakyat banyak seperti kasus Pagilaran dan Tulang Bawang Lampung mandeg diperjalanan.
Demikian dikatakan anggota F-PPP Djuhad Mahja pada rapat dengar pendapat dengan BPN dan jajarannya, Senin (15/6) yang dipimpin Wakil Ketua Komisi II Ida Fauziah (F-KB).
Djuhad mengatakan, banyak kasus sengketa tanah yang terjadi di seluruh tanah air, diantaranya menyangkut antara rakyat dengan kehutanan yang juga belum bisa diselesaikan. Kasus tersebut telah bertahun-tahun, bahkan sampai berlarut-larut namun belum juga dapat diselesaikan.
Seperti kasus tanah di Trenggalek dan juga PT Pagilaran, penyelesaian kasus tanah tersebut sudah ditunggu-tunggu tapi tidak pernah selesai. “Apa yang menjadi permasalahan sehingga permasalahan itu tak kunjung selesai,†tanya Djuhad.
Djuhad juga menambahkan, sebaiknya BPN tidak membuat program-program pertanahan yang terlalu banyak. Menurutnya, sebaiknya lebih ditujukan kepada masalah-masalah yang essensial yang harus ditangani yang sampai sekarang belum bisa ditangani.
Misalnya, menangani kasus Tulang Bawang yang menyangkut 11.000 ha tanah adat. Djuhad merasa heran, dalam kasus tersebut sudah ada suratnya untuk melakukan pengukuran bahkan Bupati sudah menyiapkan biayanya tapi sampai sekarang ternyata pengukurannya tidak pernah dilakukan.
Jika BPN mengatakan tidak segera dilakukan pengukuran karena alasan waktu, menurut Djuhad alasan itu tidak tepat. Dalam hal ini ia melihat ada kepentingan politis tertentu yang menghambat proses pembagian tanah itu kepada orang-orang adat. Karena tanah seluas 11.000 ha itu dikuasai oleh sebuah PT dimana PT itu milik dari orang penting.
Dalam hal ini dia berpendapat, kebijaksanaan untuk mengadakan pengukuran dalam kasus tersebut hanyalah sebagai kamuflase saja, supaya jika dilihat masyarakat BPN menangani dengan serius.
Senada dengan itu, Mustokoweni Murdi (F-PG) menambahkan, yang mengherankan kasus tanah Tulang Bawang itu tinggal pengukurannya saja dan anggaran pengukuran itu juga sudah disiapkan oleh Pemda setempat. “Dimana letak kesimpangsiuran ini dan kenapa pengukurannya menjadi terhambat,†tanya Mustokoweni.
Padahal kasus tanah Tulang Bawang ini hanyalah satu kasus dari delapan kasus tanah yang menjadi prioritas untuk ditangani, dan masih banyak kasus-kasus besar lainnya yang harus ditangani BPN.
Kepala BPN Joyo Winoto mengatakan, untuk penyelesaian sengketa pertanahan yang berindikasi pidana arahnya jelas dan selama ini dilakukan secara efektif.
Dalam kaitannya dengan beberapa sengketa, malam ini BPN akan mengadakan rapat tindak lanjut baik untuk kasus tanah yang sudah disepakati sebelumnya maupun yang sudah ada titik temunya. “Karena itu kami tidak akan membahas secara khusus,†jelasnya.
Dalam penyelesaian sengketa tanah, kata Joyo, ada dua mekanisme yang dimiliki BPN, yaitu menggunakan jalur hukum pengadilan dan menggunakan jalur mediasi yang diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 6 tahun 2006 yang memungkinkan mempertemukan pihak-pihak dan dicari jalan terbaik atas sengketa-sengketa dan konflik pertanahan.
Joyo mengakui, memang sebagian benar bahwa banyak sekali kasus-kasus yang diselesaikan BPN masih dalam skala yang relatif kecil, tapi untuk kasus yang berskala besar memang belum banyak yang dapat diselesaikan BPN. Hal ini dikarenakan dalam melakukan mediasi, seringkali pihak-pihak ini pegangan dirinya masing-masing kuat. “Dan mencari titik temu dari kepentingan yang cukup besar memang tidaklah senantiasa mudah,†tambahnya.
BPN juga tidak serta merta menyarankan ke pengadilan sebelum BPN berusaha seoptimal mungkin melakukan mediasi. Dalam hal ini ada beberapa mediasi yang cukup berhasil dilakukan BPN dan juga penyelesaian-penyelesaian dalam bentuk lain yang berhasil.
Keberhasilan Larasita
Pada kesempatan yang sama Mustokoweni juga menanyakan keberhasilan program Larasita (Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah) yang telah dijalankan di beberapa daerah.
Menurut Mustokoweni, BPN belum pernah melaporkan seberapa besar keberhasilan program tersebut, padahal Komisi II paling mendukung program tersebut. Dengan anggaran yang telah diberikan itu berapa besar hasil yang telah dicapai dan dirasakan oleh masyarakat,†tanyanya.
Karena Larasita itu diadakan untuk mempermudah masyarakat mensertifikatkan tanahnya dan mensosialisasikan bagaimana cara mengurus sertifikat tanah.
Menjawab pertanyaan tersebut, Joyo Winoto menjelaskan, untuk tahun 2008 Larasita sudah mencapai 25 persen wilayah NKRI yang dapat terlayani. Di tahun 2009 ini, kata Joyo, BPN telah mentargetkan 60 persen wilayah NKRI yang dapat melayani Larasita dan diharapkan pada tahun 2010 dapat menyelesaikan semuanya sehingga dapat melayani seluruh wilayah Indonesia. (tt)